Lika-liku kehidupan wartawan di antara idealisme dan realitas dikisahkan dalam novel ini. Ditulis langsung oleh dua orang yang berprofesi sebagai wartawan. Pasti menarik untuk disimak. Jadi, tekan tombol pesan, dan kami akan mengirimkannya untukmu. Salam. 🙂
Wartawan Kerah Hitam – Softcover
Rp 70.000 Rp 65.000
Idealisme kaum muda yang tinggi menjulang sampai nyaris menyentuh bulan sering tak berarti apa-apa karena begitu bersentuhan dengan realitas hidup yang keras, tak jarang sangat getir, apa yang ideal itu terasa begitu jauh, tanpa pijakan, dan rapuh. Meskipun begitu, tantangan keras dan sangat getir seperti itu masih sering bisa dikalahkan dengan apa yang disebut “prinsip”, diikuti penegasan: hidup harus dibangun di atas landasan dan prinsip yang jelas, agar kita tak mudah terbujuk.
Tapi ketika apa yang kita sebut realitas hidup itu tampil lembut, halus, dan agak menggoda, dengan tawaran yang menjamin kenikmatan hidup dan tambahan derajat lebih tinggi, maka penolakan terhadapnya hanya akan menjadi sikap yang bisa diejek ‘keras kepala’ dan ‘dungu’. Dan sering dengan tambahan bahwa yang bersangkutan hidup seperti di awang-awang. Bisa saja dia tidak peduli sama sekali. Boleh jadi idealismenya bisa bertahan sebulan, dua bulan, atau sedikit lebih lama lagi.
Namun bila bujukan itu begitu gigih dan tetap dalam kelembutan yang seolah tak memiliki kepentingan apa pun, maka seperti yang banyak terjadi, idealisme itu diam-diam takluk dan runtuh total. Dan orang berkata—mungkin dengan sedikit kecewa—bahwa di dunia fana ini barang apa yang punya harga bisa dibeli. Begitu juga ‘harga diri’.
Novel ini bermain di dalam setting moral yang kurang lebih mencoba menjelaskan bahwa idealisme itu rapuh, dan bagi banyak orang, daya hidupnya pendek. Banyak orang idealis yang tunduk pada keadaan. Kemudian berkhotbah mengenai realitas hidup yang memang sudah begitu adanya dan tak mungkin digoyah-goyah lagi. Kita harus realistis. Maka hidup dengan idealisme dianggap terkutuk. Atau dungu.
Tokoh kita, bukan tipe pribadi seperti itu. Dia tak ingin menjadi “yang terkutuk” dan dungu. Dia bermain di dalam situasi “rusuh” dunia media yang memalukan itu. Dan dia kelihatannya bermain dengan lihai. Apa yang sudah buruk dibikin menjadi lebih buruk. Apa yang sudah terlanjur “edan” dibuka sekalian agar yang edan tampak edan sungguhan tanpa rasa malu. Sikap munafik, sok suci, dan penuh sikap kongkalikong tak lagi ditutup-tutupi. Media tak lagi menjadi cermin hati nurani masyarakat, tak menjadi masalah. Dia telah memilih peran dengan penuh kesadaran.
(Mohamad Sobary, esais)
Dari sejumlah novel berlatar cerita dunia jurnalistik, Wartawan Kerah Hitam termasuk yang menarik untuk dibaca. Selain karena secara rinci mampu menggambarkan ruang dapur, kebijakan, dan situasi lapangan peliputan berita, ia juga mengisahkan tentang apa yang terjadi di balik berita. Termasuk rekayasa, intrik, dan pemerasan yang dilakukan para pewarta. Mulai dari pewarta bodreks sampai kebusukan para pemimpin media massa. Kecermatan pengarang menguraikan rincian, taktik pemerasan, teknik peliputan, dan penulisan berita menyebabkan novel ini cukup kredibel untuk dibaca. Tidak hanya untuk kalangan jurnalistik tapi juga oleh pejabat, para koruptor, manipulator, bahkan para penasihat spiritual dan pimpinan partai politik. Sebuah novel yang cukup menegangkan sebagai fiksi, tapi juga sangat meyakinkan sebagai realitas. Bagus!
(Noorca M. Massardi, pengarang dan pewarta)
Berat | 0.5 kg |
---|---|
Dimensi | 20 × 14 cm |
Jumlah halaman | 348 |
Penerbit | |
Penyunting | |
Desain sampul | |
Tahun terbit | |
Format |
Sisa stok 2
You must be logged in to post a review.
Review
Belum ada ulasan.