Toko buku online #Akubaca
Facebook Twitter Google Pinterest WhatsApp
Indie Book Corner Indie Book Corner
  • FIKSI
  • NONFIKSI
1 Wishlist
  • Login / Register
0 items / Rp 0
Menu
Indie Book Corner Indie Book Corner
0 items / Rp 0
Indie Book Corner Indie Book Corner
Kategori Pilihan
  • Agama & Spiritual
  • Biografi & Memoar
  • Ensiklopedia
  • Nonfiksi
  • Politik & Ilmu Sosial
  • Sastra & Fiksi
  • Sejarah
  • Sepak Bola
  • Home
  • Best Sellers
  • New Releases
  • Terbitan IBC
  • Cenderamata
  • Blog
Facebook Twitter Instagram
1 Wishlist
  • Login / Register
0 items / Rp 0
-38%
Beranda » Produk » Seekor Bebek yang Mati di Pinggir Kali
Previous product
Kuda Besi Rp 45.000 Rp 42.500
Back to products
Next product
Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta Rp 40.000 Rp 36.000

Seekor Bebek yang Mati di Pinggir Kali

Puthut Ea
Rated 5.00 out of 5 based on 1 customer rating
(1 ulasan pelanggan)

Rp 40.000 Rp 25.000

Adalah kumpulan cerpen Puthut EA. Buku ini berisi cerpen-cerpen memesona dari fragmentasi; gempa bumi yang meluluhlantakkan tanah, rumah-rumah dan hubungan-hubungan keluarga.

Peristiwa-peristiwa politik berakhir seiring lenyapnya desa-desa dan orang-orang secara misterius. Anak-anak ditinggalkan dan harus bertahan hidup sendiri di usia dini. Kekerasan juga masih hadir di sana, tersembunyi, namun tiba-tiba bisa begitu saja terlihat, muncul di tengah-tengah kehidupan sehari-hari. Cerpen-cerpen indah dan menarik ini sangat puitis, detail, dan merakyat, menyuguhkan kepada pembaca sebuah kenyataan hidup yang sebenarnya. Di sana, misteri bercampur seperti resep masakan.

Berat0.3 kg
Penulis

Puthut Ea

Stok habis

SKU: 1827 Kategori: Cerita Pendek, Sastra & Fiksi Tag: Puthut Ea
Share
Facebook Twitter Google Pinterest WhatsApp
close
  • Ulasan (1)
Ulasan (1)

1 review for Seekor Bebek yang Mati di Pinggir Kali

  1. Dinilai 5 dari 5

    Indie Book Corner – 28 Maret 2014

    Komentar: Khoirul Anwar. Diambil dari situs goodreads.com: https://www.goodreads.com/book/show/6344805-seekor-bebek-yang-mati-di-pinggir-kali

    Apakah Puthut EA hendak bercerita fabel? Tidak, ia tidak menceritakan dunia binatang layaknya cerita yang disuguhkan untuk anak-anak sebagai pengantar tidur. Tetapi, melalui bebek, Puthut EA benar-benar ingin mencari keadilan melalui kisah-kisah dalam cerita pendeknya. Bebek dan keadilan, apa ada relevansinya dalam menyuarakan masalah-masalah yang sekarang mulai langka tersebut? apakah ini cerita hanya akan mirip dengan cerita-cerita kartun semacam kungfu panda dan kartun-kartun binatang yang lain? Mari kita telusuri.

    Di tengah-tengah kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kisah-kisah yang dimuat melalui dialog-dialog binatang. Sepertinya pembuat cerita sengaja ingin menyamarkan dirinya melalui pentokohan binatang sebagai penyambung lidahnya. Tujuan apa? ada dua kemungkinan. Pertama, konteks waktu saat cerita itu dibuat, ini berkaitan dengan sikap pengusa soal kebebasan warganya menuntut. Kita tahu, kebanyakan penguasa sangat menginginkan sikap manut, membebek dari rakyatnya. Sebab, suara-suara rakyat terkadang menjadi ancaman kekuasaannya. Latar belakang inilah, membuat pencetus cerita harus menyalakkan kekreativitasan untuk menyelamatkan imajinasinya.

    Kedua, pencetus cerita memang membuat ceritanya samar, tanpa melukai pihak manapun meski begitu amanat tetap tersampaikan. Menjalankan, mendialogkan binatang lebih aman dibandingkan harus menggunakan nama-nama manusia. Sebab, manusia masih terikat dengan manusia lainnya, terikat budaya, sikap ewuh pakewuh. Sedangkan dialog binatang tentunya lebih bebas, vulgar, menukik tajam dalam kritikannya: namanya juga binatang.

    Ada yang beda dengan Putuhut EA dengan binatang “bebeknya”. Dalam ceritanya ini si bebek bukan subjek yang bertutur sesama binatang lainnya atau dengan manusia layaknya burung bayan pada majikannya. Posisi bebek lebih mirip objek yang dipinjam untuk mengkritik realitas politik yang saat itu tengah terjadi. Realitas-realitas kehidupan purbasangka yang tak berdasar dan terbukti secara sah dan menyakinkan kecuali sebatas ikut-ikutan menghakimi. Dosa warisan inilah yang digunakan untuk melabelisasi seseorang yang padahal tidak pernah ikut melakukan tindakan-tindakan yang disematkan penguasa.

    “Aku takut sekali. Orang-orang menuduh aku yang membunuh bebek itu, hanya gara-gara mereka melihatku habis bermain di kali, dengan ketapel mengalung di leher…” Pertarungan yang cukup sulit diterima oleh “aku”. “aku” hanya menjadi tumbal keberadaannya yang kebetulan berada di pinggir kali beserta ketapel yang mengalung di leher. Posisi yang sulit untuk menjelaskan dan membuktikan kalau “aku” bukan pembunuhnya. Sementara “aku” terlanjur membawa ketapel sebagai alat, meskipun tidak digunakan, bisa melenyapkan nyawa bebek. Bagaimana “aku” dapat menjelaskan kalau dia bukan pembunuhnya? Bagaimana “aku” dapat mengembalikan nama baiknya yang saat ini tertuduh sebagai pembunuh bebek, sedangkan masyarakat terlanjur mengamini bahwa si “aku”lah biang masalah kematian bebek itu.

    “Tidak ada orang yang percaya kalau aku tidak melakukan itu. hanya ada dua orang yang mempercayaiku, bapakku dan bulikku. Bapakku membayar ganti rugi ke si pemilik bebek, dan sempat berbisik, percaya kalau aku tidak melakukan itu.”
    Meski bebek yang mati telah diganti, bapak dan buliknya “aku” sebagai dua orang yang percaya ia bukan pembunuhnya. Tetapi, cap “pembunuh” telah mendarah daging pada otak masyarakat. Sehingga menjadi beban mental bagi si “aku”.
    “Bangkai bebek itu seperti horor bagiku. Sampai sekarang, bebek itu masih sering hadir dalam mimpi-mimpiku yang meresahkan.” Coba bayangkan, gara-gara “bebek” mati, dunia mimpinya pun terteror. Padahal mimpi merupakan dunia bebas, dunia yang berpeluang untuk kita menjadi raja, menjadi pecinta sejati, mencium orang-orang terkasih tanpa ada rasa malu pada Tuhan. mimpi itu dunia bebas, dunia tanpa sensor. Namun, Puthut EA memang sengaja membeberkan pada pembaca bahwa cap pembunuh, subversif, atau cap-cap yang lain dan dikuatkan masyarakatkan akan membunuh perlahan-lahan bagi pelakunya. Penghukuman yang tak terperikan.

    Bebek benar-benar menjadi biang keladi permasalahn bagi “aku”.dari bebek, oleh puthut EA meloncatkan “aku” untuk menuturkan kehidupannya, keluarganya. Bapaknya hilang, ..”ia diseret dari rumah.” Sedangkan Buliknya yang dianggap ibu oleh “aku” pun hilang entah kemana, “…beberapa orang bilang, ia gila, tapi ada juga orang yang bilang, ia mati.”
    Sebuah titik klimak beranjak mulai. Bebek mati, bapaknya yang hilang, dan buliknya yang hilang: entah benar gila atau mati. Menyeret “aku” hidup kepontang-panting. Tidak jelas. Bahkan cita-citanya pun tak mulus, hanya gara-gara dia keturunan komunis:”Aku ingin jadi guru, lalu mendaftar masuk SPG, tapi ditolak. Padahal aku lulusan terbaik. Anak seorang komunis tidak boleh jadi guru, begitu selentingan yang kudengar.”

    Ternyata, penderitaan “aku” tidak berhenti pada gagalnya cita-cita, malah sebaliknya menjadi bara yang menyulut kebencian bapaknya yang dianggap sebagai biang semua kegagalannya. “Aku sekolah di SMA. Di hatiku, mulai timbul rasa benci kepada bapakku. Lulus SMA, aku membuka toko kelontong di dekat terminal. Aku jatuh cinta dengan seorang perempuan, ia sekolah SPG. Ketika hubungan kami mulai dekat, tiba-tiba ia memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan. Ia takut tidak bisa menjadi guru jika menikah denganku.”
    Bagi saya, inilah korelasi antara mimpi dan cinta “aku” yang penuh teror. Mimpi sebagai dunia bebas sensor dan cinta yang merupakan hak fitrah manusia pun ikut terampas oleh label-label yang pada waktu itu benar-benar menjadi momok bagi kehidupan seorang bekas keluarga komunis. Cap yang paling ditakuti bahkan bisa menjadi dosa waris yang seakan-akan tak termaafkan oleh masyarakat dan penguasa. Komunis semacam koreng yang membekas pada tubuh bangsa ini.

    Teror-teror itu benar-benar membuat “aku” dalam kehidupan yang tehimpit. Frustasi, kamarahan yang meledak membuat “aku” gelap mata. “aku” terbawa kebencian masyarakatnya untuk membenci bapaknya. Meskipun “aku” sendiri tidak tahu apakah bapaknya benar-benar seorang komunis atau bukan. Tetapi, kemarahan yang meledak kepada bapaknya itulah yang menggerakkan “aku” membunuh bapaknya, yang oleh puthut EA disamarkan menjadi “bebek” : “Aku membunuh bebek itu. Aku mengetapel tepat di kepala bebek itu. Aku melihatnya menggelepar…aku mendengar suara rintihannya.”
    “Bebek itu…Nasib burukku…”

    Melalui kumpulan cerpennya ini, puthut EA sepertinya ingin mengajak kepada kita untuk mengetahui bahayanya pelabelisasian dengan cap-cap yang sangat tidak sepatutnya diberikan kepada seseorang. Sebab penghukuman yang “tidak diketahui” sebetulnya lebih menusuk dan mematikan seseorang. Melalu bebeknyanya inilah puthut EA mencari keadilan-keadilan yang selama ini terbungkam, bahkan bukan oleh penguasa saja tetapi juga dilakukan oleh masyarakat. Ini dapat dibaca-baca pada cerpen-cerpen selanjutnya. Bebek hanyalah pembukanya saja.

Berikan ulasan Batalkan balasan

You must be logged in to post a review.

Produk serupa

-8%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Perahu Mabuk: Sepilihan Sajak Cinta

Dinilai 4.00 dari 5
Rp 50.000 Rp 46.000
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Lelaki Capung dan Gadis di Telaga

Djho Izmail
Rp 45.000
-12%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Victoria: Sebuah Kisah Cinta (Edisi Baru)

Knut Hamsun
Rp 50.000 Rp 44.000
-20%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Penyair Midas

Rp 45.000 Rp 36.000
Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Cinta Tak Pernah Tepat Waktu

Puthut Ea
Dinilai 4.50 dari 5
Rp 78.000
Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Gadis Pakarena

Khrisna Pabichara
Rp 45.000
-9%
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Desember

Rp 55.000 Rp 50.000
Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Lekra Tak Membakar Buku

Muhidin M Dahlan, Rhoma Dwi Aria Yuliantri
Rp 250.000
Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Sebuah Kitab yang Tak Suci (Spesial Hard Cover)

Rp 100.000
-33%
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Kumpulan Tulisan Heri Latief (Puisi dan Esai)

Rp 30.000 Rp 20.000
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Pengantin Surga

Rp 45.000
-14%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Kupukupu-Kupukupu di Dalam Perutku (Pemenang Sayembara Buku Indie)

Rp 35.000 Rp 30.000
@indiebookcorner
Instagram has returned invalid data.
logo-bukuindie (1)
  • HOME
  • SEMUA PRODUK
  • BLOG
  • FAQ
  • BELANJA
    • Konfirmasi Pembayaran
    • Cara Belanja
    • Lacak Pesanan
    • Wishlist
    • Kelola Akun
  • PENERBITAN
    • Alur Penerbitan
    • Biaya Penerbitan
    • Ketentuan Penerbitan
    • Tanya Jawab
    • Kirim Naskah
  • LAYANAN
    • Bantuan
    • Pengembalian Dana
    • Pengembalian Produk
    • Ketentuan Layanan
    • Kebijakan Privasi
  • TENTANG KAMI
    • Bukuindie.com
    • Indie Book Corner
    • Orbit
    • Karir
    • Hubungi Kami

JUGA TERSEDIA DI:

BERLANGGANAN NEWSLETTER:

Metode Pembayaran:

payment-3

Metode Pengiriman:

shipping

Our Social Links:

Facebook Twitter Instagram
Bukuindie.com 2019 Oleh -Indie Book Corner. Penerbit & konsultan perbukuan
  • Menu
  • Categories
  • Agama & Spiritual
  • Biografi & Memoar
  • Ensiklopedia
  • Nonfiksi
  • Politik & Ilmu Sosial
  • Sastra & Fiksi
  • Sejarah
  • Sepak Bola
  • Home
  • Best Sellers
  • New Releases
  • Shop All
  • Penerbitan
    • Alur Penerbitan
    • Biaya Penerbitan
    • Ketentuan Penerbitan
    • Kirim Naskah
    • Tanya Jawab Penerbitan
  • Bantuan
    • Cara Belanja
    • FAQ
    • Kelola Akun
    • Metode Pembayaran
    • Metode Pengiriman
    • Pengembalian Dana
    • Pengembalian Produk
    • Penggantian Barang
    • Pengiriman
  • Tentang IBC
    • Karir
    • Menulis Kolom
    • Pengelola
    • Kontak
  • Artikel
  • Wishlist
  • Login / Register

Keranjang belanja

close

Sign in

close

Lost your password?
Atau login dengan
Facebook
Google
No account yet? Create an Account
Scroll To Top