“SARELGAZ” dan cerita-cerita lainnya. Berisi 17 cerita pendek terpilih karya Sungging Raga.
Sungging Raga adalah salah satu penulis cerpen muda Indonesia yang menjanjikan. Ia lahir pada 25 April 1987 di Situbondo, Jawa Timur. Pernah merantau ke Yogyakarta untuk kuliah di jurusan Matematika Universitas Gadjah Mada. Mulai tertarik menulis cerita pendek setelah membaca karya-karya Bakdi Soemanto, Bre Redana, Hamsad Rangkuti, dan Seno Gumira Ajidarma. Cerpen-cerpennya telah dimuat di beberapa media cetak, antologi, dan blog. Sehari-harinya, ia adalah pendukung fanatik tim sepakbola Arsenal, penggemar grup musik Eluveitie, dan pengamat dunia perkeretaapian. Memiliki blog pribadi yang beralamat di surgakata.wordpress.com.
Daftar Cerita
Sepertiga Malam Terakhir—9
Hipotenusa—17
Sifat Sedih Hujan—23
Alesia—29
Kutukan Kurir Kematian —35
Nehalenia—41
Pesugihan Zombie—47
Perempuan yang Berjalan di Tengah Rel—53
Dongeng Balas Dendam—59
Bidadari Serayu—65
Sarelgaz—71
Gadis Pelukis Mimpi—77
Laut Kesedihan—83
Isara—89
Sebuah Patung Menangis —95
Surat dari Janelle—101
Abnormabilla—107
dhilayaumil –
Sarelgaz dan cerita-cerita lainnya terdiri dari 17 cerpen yang ditulis Sungging Raga dalam kurun waktu 5 tahun. Beberapa di antaranya pernah dimuat di media dan mengalami perombakan, beberapa lainnya adalah cerpen yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya, Hal menarik dalam cerpen-cerpen yang Raga tulis adalah proses kreatif cerpen-cerpen tersebut. Beberapa cerita lahir dari hal-hal sederhana yang didengar dan dilihat atau ditonton oleh penulisnya. Beberapa tokoh lahir dari lagu yang didengar, pengetahuan tentang suatu tempat di belahan bumi lain, bahkan dari band-band metal.
Cerpen berjudul ‘Alesia’ dan ‘Isara’, misalnya, adalah dua judul cerpen yang diambil dari dua judul lagu berjudul sama dari band folk metal asal Celtic bernama Eluveitie. Alesia bercerita tentang seorang gadis kecil yang berbincang dengan malaikat yang akan menemui ibunya yang sedang sakit keras. Inti dari cerpen ini sebenarnya adalah kekuatan doa. Cerpen ini pernah dimuat di Kompas tahun 2013, menjadi salah satu cerpen dalam antologi cerpen Kompas, dan sempat dibuatkan film pendeknya. Sedangkan cerpen Isara bercerita tentang seorang lelaki yang melakukan semacam ‘wisata kehilangan’ di kota Yogyakarta, mengingat kembali sosok gadis bernama Isara yang menjadi bagian dari masa lalu yang ia tinggalkan empat tahun lalu. Ending cerpen ini ditutup dengan kalimat, ‘Setelah bertahun-tahun berlalu, kukira stasiun ini tidak bisa lebih sedih lagi’. Nah, tebak sendiri ceritanya seperti apa. :p
Cerpen Sepertiga Malam Terakhir ditulis Raga setelah melihat kover album Scary Kids Scaring Kids. Pada kover tersebut tampak gambar seorang lelaki dan perempuan yang berpegangan tangan melihat kota yang terbakar. Sedangkan cerpennya bercerita tentang sebuah keluarga korban penggusuran yang pergi meninggalkan rumah mereka sebelum anak-anak mereka menyaksikan alat-alat berat meratakan rumah kecil mereka. Hubungan cerpen ini dengan gambar dalam kover album tersebut terletak di ending cerita. Lagi-lagi kekuatan doa yang menjadi inti cerita dalam cerpen ini.
Cerpen berjudul Nehalenia adalah salah satu cerpen yang unik menurut saya. Bercerita dari sudut pandang lelaki bernama Chiodos yang bertemu dengan hantu perempuan bernama Nehalenia yang mengaku adalah kekasih Chiodos dari dunia hantu. Saat membaca cerpen ini saya teringat salah satu cerpen dalam kumpulan cerpen Murjangkung karya AS. Laksana. Nehalenia sendiri adalah nama salah satu Dewi yang dipuja—di entah mitologi apa. Raga mengakhiri cerpen ini dengan menghadirkan ‘masalah baru’. Dia menyebutnya dengan teknik novel Goosebumps. Penasaran? Silakan baca cerpennya.
Sarelgaz—yang juga dijadikan judul untuk kumpulan cerpen ini—bercerita tentang seorang pemuda bernama Sarelgaz yang terperangkap dalam jaring laba-laba raksasa selama tujuh tahun. Awalnya Sarelgaz berniat menyepi untuk mendapat ilmu silat dan kesaktian demi cintanya pada Cartesia, tapi justru bertemu seekor ratu laba-laba yang juga telah menunggu siapapun yang datang ke gunung tersebut untuk menjadi mangsanya. Lalu mengapa setelah tujuh tahun berlalu, sang Ratu Laba-Laba belum juga memangsa Sarelgaz? Nama Sarelgaz sendiri diambil dari nama salah satu ‘raja’ dalam game Kingdom Rush.
Cerpen Sebuah Patung Menangis bercerita tentang mitos patung menangis yang terkenal di daerah Woolwich. Mitos yang kemudian dipercayai oleh beberapa muda-mudi yang sedang dimabuk asmara. Jika sepasang kekasih masuk dan mendengar suara tangisan di dekat patung tersebut, maka dipercaya bahwa hubungan mereka tak akan bertahan lama. Sebaliknya, jika tak terdengar suara tangisan, maka hubungan mereka akan berlangsung lama. Sampai suatu ketika sepasang kekasih yang buta masuk lalu keluar dengan wajah murung dan bergumam, “Kami mendengar patung itu tertawa.”, semua pengunjung yang hadir tampak bingung dan bertanya-tanya. Hal menarik lainnya dari cerpen ini adalah proses kreatifnya yang berhubungan dengan kecintaan penulis dengan klub sepakbola Arsenal.
Dongeng Balas Dendam salah satu yang menjadi favorit saya. Inti dari cerpen ini adalah sebuah kesalahan masa lalu yang masih dipertahankan penerusnya sampai sekarang. Mirip-mirip yang terjadi di negara kita, kayaknya. :p
Selain judul-judul cerpen yang saya sebutkan di atas, ada beberapa cerpen lagi yang menarik, seperti Bidadari Serayu, Surat dari Janelle, Kutukan Kurir Kematian, Pesugihan Zombie (yang mengingatkan saya pada game Plants vs Zombie), Laut Kesedihan, dll.
Seperti yang saya kemukakan pada pembuka di atas, banyak hal menarik yang saya temukan saat membaca kumpulan cerpen ini. Apalagi setelah mengetahui proses kreatif cerpen-cerpen tersebut. Nama-nama unik yang diambil dari nama band metal seperti Eluveitie, Chiodos, Ensiferum, Wintersun, Korpiklaani. Atau cerita yang hadir setelah mendengar lagu-lagu atau video dari band metal tersebut, membaca novel detektif, sampai cerita yang terinspirasi dari sebuah game. Hal-hal yang melekat dalam diri penulis pun tampak pada cerpen-cerpennya: Arsenal, stasiun, dan kisah cinta dramatis ala novel.
Meskipun di awal-awal saya sempat nyaris bosan, tapi semakin menjelang halaman terakhir saya seperti ketagihan membaca tulisan-tulisan Raga. Cerpen-cerpennya dibumbui beberapa humor dan pesan-pesan kecil. Bahkan beberapa cerpen yang sudah saya baca sebelumnya—di http://www.surgakata.wordpress.com— masih menarik untuk dibaca ulang.
Membaca cerita-cerita Raga seperti membaca cerita fantasi. Nama tokoh dan latar tempatnya mengingatkan pada dongeng-dongeng dari negeri lain. Selain surealis, cerpen-cerpen Raga juga mengandung sindiran akan hal-hal yang dianggap sederhana oleh orang lain yang pada kenyataannya ternyata tidak sesederhana itu. Bagaimana sebuah cerita dan mitos di suatu tempat/daerah dapat memengaruhi keberlangsungan makhluk hidup di sekitarnya. Raga membuktikan bahwa sastra tidak melulu berhubungan dengan sesuatu yang sulit dipahami dan surealis tak serumit yang dibayangkan.
Judul : Sarelgaz dan Cerita-Cerita Lainnya
Penulis : Sungging Raga
Editor : Irwang Bajang
Penerbit : Indie Book Corner
Tahun : 2014
Jmlh hal. : 144 halaman
ISBN : 978-602-3090-06-8
@dhilayaumil