Toko buku online #Akubaca
Facebook Twitter Google Pinterest WhatsApp
Indie Book Corner Indie Book Corner
  • FIKSI
  • NONFIKSI
1 Wishlist
  • Login / Register
0 items / Rp 0
Menu
Indie Book Corner Indie Book Corner
0 items / Rp 0
Indie Book Corner Indie Book Corner
Kategori Pilihan
  • Agama & Spiritual
  • Biografi & Memoar
  • Ensiklopedia
  • Nonfiksi
  • Politik & Ilmu Sosial
  • Sastra & Fiksi
  • Sejarah
  • Sepak Bola
  • Home
  • Best Sellers
  • New Releases
  • Terbitan IBC
  • Cenderamata
  • Blog
Facebook Twitter Instagram
1 Wishlist
  • Login / Register
0 items / Rp 0
-33%
Beranda » Produk » Kumpulan Tulisan Heri Latief (Puisi dan Esai)
Previous product
Buku Edisi Lengkap 5 Tahun djoernal sastra “boemipoetra” Rp 75.000 Rp 70.000
Back to products
Next product
Politik Sastra Rp 35.000

Kumpulan Tulisan Heri Latief (Puisi dan Esai)

Rp 30.000 Rp 20.000

Eep Saefulloh Fatah: Zaman Heri Latief

Sampul majalah Time edisi 25 Desember 2006–1 Desember 2007 itu agak berbeda dengan sampul edisi khusus Person of the Year tahun-tahun sebelumnya. Biasanya pada sampul edisi khusus semacam itu kita akan mendapati gambar seorang atau sekelompok orang yang dipandang Time layak ditokohkan tahun itu. Namun, untuk edisi akhir 2006 itu tak ada sepotong pun wajah di sampul Time.

Alih-alih, yang kita sua adalah gambar monitor komputer personal. Khusus pada bagian layar monitornya, cetakan dibuat khusus menyerupai cermin. Walhasil, siapapun yang memegang sampul majalah itu akan melihat pantulan wajahnya sendiri di layar monitor komputer itu. Ya, hanya itulah yang tergambar di sampul Time. Di tengah layar monitor itu tertera secara menyolok: “You.”. Lalu, di bawah gambar komputer itu tertulis, “Yes, You. You Control the Information Age. Welcome to Your World.”

Ya. Menurut Time, Andalah yang mengendalikan era informasi ini, menjadi pemilik dari dunia yang Anda kendalikan sendiri itu. Maka, “Anda” adalah “Tokoh Tahun Ini”.

Menurut hemat saya, Time telah melakukan pilihan “tokoh” yang sangat tepat. Di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat, setiap orang memang dipersilakan menyusun sejarah hidupnya sendiri. Di tengah era komputer, internet dan kemudian teknologi mobile yang begitu maju, “Anda” berkesempatan menjadi tokoh yang menentukan cetak biru wajah dunia.

Dengan pilihannya itu, Time menegaskan bahwa zaman orang-orang besar yang di-pahlawan-kan telah berakhir. Sebagai gantinya, datanglah zaman orang-orang biasa. Setiap orang mendapat kesempatan menjadi pahlawan, setidaknya untuk jalan hidupnya sendiri. Setiap orang menjadi penentu jalannya sejarah.

Peranan kesejarahan itu bahkan diemban oleh setiap orang dengan cara yang sangat sederhana dan mudah: Dengan satu, dua, atau beberapa jentikan jari pada tuts keyboard atau keypad komputer. Sejarah pun berjalan seperti paradoks: Ketika teknologi berkembang begitu canggih, hidup jadi semakin sederhana. Ketika hidup semakin modern dengan melibatkan variabel tak terhingga, ketika itulah setiap orang diberi kesempatan menghela sejarahnya masing-masing.

Dulu, berlaku adagium bahwa sejarah ditulis oleh mereka yang menang. Sang Pemenang di zaman dulu adalah seseorang atau sekelompok kecil orang yang memiliki sumber daya cukup untuk merebut kendali atas orang banyak. Sekarang, adagium itu boleh jadi tetap belum tergoyahkan. Sejarah tetap saja ditulis oleh para pemenang. Tetapi, tiap orang mengendalikan sendiri hidupnya lewat akses yang ia miliki terhadap teknologi informasi dan komunikasi yang semakin personal. Orang tak lagi susah payah berebut kendali atas orang lain, tetapi merebut kendali atas dirinya sendiri.

Maka, di zaman ini, setiap orang memproklamasikan sendiri kemerdekaannya serta merayakan kebebasan mereka dengan menentukan sendiri jalan hidup mereka.

Inilah zaman kita. Di zaman semacam ini, setiap orang memiliki keleluasaan untuk mengekspresikan dirinya tanpa tergantung pihak lain. Dalam keadaan inilah setiap orang berpotensi melakukan dan menjadi apapun yang mereka kehendaki: penyair, perupa, demonstran, penggugat kebijakan, dan seterusnya.

Dalam zaman semacam inilah kita bisa memaklumi Heri Latief, puisi-puisinya, dan esei-eseinya.

Sesungguhnya Heri Latief bukan “anak zaman ini”. Ia anak zaman dulu. Terdampar di Eropa sejak 1982, ia menjalani masa panjang sebagai warga dunia yang “tak terlalu jelas kewarganegaraannya”. Ketika ia menginjakkan kakinya di Eropa, Steve Jobs, belum membuat iPhone yang fenomenal itu. Internet belum mengharu biru dunia seperti saat ini. Hubungan antarpersonal masih berbasis interaksi nyata, belum maya. Kita belum menjadi penentu sejarah kita sendiri, seperti dirumuskan majalah Time.

Tetapi, ketika Heri Latief dengan sigap menyesuaikan diri dengan dua perkembangan dunianya sejak akhir 1990-an: Indonesia–yang selalu disebutnya sebagai Tanah Air–menjalani perubahan cepat dan dramatis, dan teknologi informasi dan komunikasi menggelombang tak terbendung dan memaksa setiap orang hidup dalam dunia nyata sekaligus maya.

Hasil penyesuaian diri itu adalah kemampuan ekspresi diri sebagai penentu jalan sejarahnya sendiri, sebagai “pemilik dunia”. Pilihan utama ekspresi diri ini, bagi Heri, adalah apa yang ia sebut sendiri sebagai “puisi berlawan”. Saya tak perlu lagi mengomentari soal puisi-puisi Heri, sebab saya sudah melakukannya dalam pengantar untuk buku antologi puisi Heri Latief, “50% Merdeka”.

Selain berpuisi, Heri Latief juga sesekali menulis esei. Sama seperti puisi-puisinya, esei-esei Heri Latief juga mewakili proklamasi kemerdekaan dirinya.

Kumpulan esei ini mendokumentasikan esei-esei sebagai ekspresi kemerdekaan diri itu sekaligus menunjukkan sebuah kualitas lain yang dimilikinya, yaitu sebagai “pencatat”.

Saya mau sudahi catatan ini di sini. Sebab, ketika seseorang mencatat segenap yang berkembang di sekelilingnya, maka kita bisa berharap padanya untuk menjadi pelawan segenap wujud penyelewengan kekuasaan dan yang melingkupinya. Saya tahu persis, buku ini diterbitkan Heri Latief untuk tujuan perlawanan. Walhasil, Heri tak perlu catatan-catatan saya. Heri Latief hanya perlu terus mencatat sehingga ia terus bisa memelihara perlawanannya.

Selamat membaca. Selamat datang di zaman kita sendiri, dan karenanya, di zaman Heri Latief juga.
Patal Senayan, 15 November 2013

Tersedia

Kategori: Esai, Puisi, Sastra & Fiksi Tag: Heri Latief
Share
Facebook Twitter Google Pinterest WhatsApp
close
  • Deskripsi
  • Ulasan (0)
Deskripsi

Irwan Bajang–Membaca Heri Latief dari Dua Sisi

semakin lama jadi orang asing,

sampai dia lupa pulang.

padahal, dingin makin menggigit tulang

apa yang dicari selama ini?

merantau, untuk melupakan jalan pulang?

—Jalan Pulang

 

ketidakadilan merajalela, bung

yang miskin makin sengsara

yang kaya membeli perkara

tikus rakus komplotan gayus

jual beli bisnis negeri kasus

—Bisnis Kasus

Seperti dua puisi yang ditulis dengan gaya dan nada yang berbeda di atas, membaca tulisan Heri Latief dalam buku ini, saya seolah dihadapkan pada dua sisi yang berbeda dari sang Penulis. Puisi-puisinya—seperti puisi-puisi Heri Latief yang dulu—berbicara dengan cara yang lugas, kadang keras, mengutuk ketidakadilan, korupsi, pelanggaran hak, orang yang dihilangkan penguasa, kemiskinan dan kerakusan negara. Cap gaya menulis semacam ini sudah menjadi ciri Heri Latief sejak awal kemunculan puisinya di dunia internet. Tapi bukan hanya lantang protes, dalam beberapa puisi, salah satunya Jalan Pulang di atas, juga beberapa puisi lain, Heri Latief memunculkan sisi lain dari diri dan puisi-puisinya. Lebih lembut dan kadang sendu. Selain menulis tentang isu-isu sosial di puisinya, Heri Latief menulis juga puisi kerinduan, cinta, pulang, dan tema sejenis yang kebanyakan ia arahkan juga pada kerinduan akan kampung halamannya.

Di bagian kedua, dalam catatan atau eseinya, Heri Latief jauh lebih berbeda lagi. Kalimat-kalimat dan paragraf yang pendek dan lugas terasa jauh lebih lembut lagi ketimbang puisi-puisinya. Selingan humor sesekali membuat geli, membacanya membuat senyum sendiri. Tapi, selain gaya ungkap, sesungguhnya tak ada yang berbeda antara puisi dan esei Heri, ia tetap saja sosok penulis yang murung, khawatir, dan selalu ingin ambil bagian dalam situasi sosial. Kecenderungan menulis seperti itu tak pernah bisa ia  bendung.

Menghadapi tulisan ini, saya dihadapkan pada dua sisi sang Penulis. Membaca puisi (yang ia sebut puisi berlawan), saya jadi membayangkan Heri Latief memegang megaphone di jalanan terik nan panas. Ia berteriak dengan puisi-puisinya yang siap merangsek masuk ke jantung kekuasaan lalim yang ia kritisi dengan keras. Ia memiliki suara lantang, keras, dan memekik ke telinga dengan sajak-sajak potes sosialnya.  Sementara membaca eseinya, saya merasa seperti diundang bertandang ke beranda rumahnya. Di sana Heri menyuguhkan kue dan teh manis, sembari bercerita tentang bagaimana kampung rantau, keindahan, kebersihan, keteraturan dan segala yang ia ingat. Namun dalam cerita manis itu, ia juga menceritakan kisah-kisah ironi. Misalnya, bagaimana Belanda yang maju, bersih dengan sistem politik yang cenderung stabil, juga memiliki permasalahan menumpuk; kekurangan tempat tinggal penduduk, para bajingan pemabuk yang bersembunyi di bawah gereja dan para gerilyawan yang bergentayangan di malam hari menduduki bangunan-bangunan kosong untuk mereka tinggali bersama gerombolan miskin lainnya.

Heri Latief bercerita tentang kanal sungai yang rapi, kereta yang cepat di Belanda, tapi juga kisah manusia yang tak pernah usai memperjuangkan haknya. Di beranda eseinya ini, Heri lebih lembut bercakap-cakap, tidak garang seperti kebanyakan puisinya. Tapi, sekali lagi, ada yang tetap tidak bisa ia sembunyikan, aura protes yang tak bisa ia pendam.

***

Heri Latief pergi merantau cari pengalaman sejak 1982. Mulanya ke Hamburg, lalu ke Neumunster, dan Berlin Barat. Di sana ia kuliah  jurusan Ekonomi dan Politik. Di Jerman Barat ia aktif berpolitik antirezim Suharto, jadi anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia di Hamburg dan Perhimpunan Indonesia Berlin Barat. Tahun 1986 pindah ke Belanda sampai saat ini.

Semua tulisan dalam buku ini ditulis dari tanah yang jauh. Tanah rantau yang sekarang sudah sangat akrab dengan dirinya. Sebagai aktivis yang banyak menyuarakan suara kaum yang termarginalkan, tak heran kiranya, meskipun merantau lebih dari dua puluh tahun, Heri tak bisa lupa bagaimana kampung halamannya. Tubuhnya pindah, tapi semangat dan hatinya selalu mengingat kampung juga negaranya.

Kegemaran sekaligus pekerjaan hariannya sebagai juru masak bisa jadi memberi ruang refleksi bagi Heri untuk memasak dan menulis sajak atau esei. Heri Latief sepertinya tahu bagaimana takaran dan cara penyajian yang pas untuk buku ini. Ia tak hanya menyajikan makanan utama yang pedas dengan porsi yang banyak, ia menyiapkan semacam makanan pembuka dalam puisi-puisinya. Ia lalu menutup sajian dengan hidangan esei yang manis, refleksi bersama akan tanah air yang ia dan kita (mungkin masih) miliki ini.

Jogjakarta,  November 2013.

Irwan Bajang

Ulasan (0)

Review

Belum ada ulasan.

Jadilah yang pertama mengulas “Kumpulan Tulisan Heri Latief (Puisi dan Esai)” Batalkan balasan

You must be logged in to post a review.

Produk serupa

-20%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Mengantar dari Luar

Rp 94.500 Rp 75.600
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Manusia dan Segenggam Dewa

Rp 40.000
Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Cinta Tak Pernah Tepat Waktu

Puthut Ea
Dinilai 4.50 dari 5
Rp 78.000
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Pengantin Surga

Rp 45.000
Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Lekra Tak Membakar Buku

Muhidin M Dahlan, Rhoma Dwi Aria Yuliantri
Rp 250.000
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Nada yang Hilang

Rp 35.000
-25%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Tentang Pertemuan

Rp 60.000 Rp 45.000
-10%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Kepulangan Kelima

Irwan Bajang
Dinilai 4.50 dari 5
Rp 50.000 Rp 45.000
-20%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Penyair Midas

Rp 45.000 Rp 36.000
-22%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Wajah dalam Cermin

Rp 32.000 Rp 25.000
-10%Hot
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Beli sekarang
Close

Pohon Duka Tumbuh di Matamu

Khrisna Pabichara
Rp 50.000 Rp 45.000
-10%
Tambahkan Wishlist loading
Produk sudah ditambahkan! Browse Wishlist
Produk sudah ditambahkan ke wishlist! Browse Wishlist
Quick View
Lebih lanjut
Close

Sebuah Usaha Menulis Surat Cinta

Rp 40.000 Rp 36.000
@indiebookcorner
212 45
61 0
208 11
425 6
143 0
54 0
131 0
178 13
895 12
37 0
62 0
35 0
logo-bukuindie (1)
  • HOME
  • SEMUA PRODUK
  • BLOG
  • FAQ
  • BELANJA
    • Konfirmasi Pembayaran
    • Cara Belanja
    • Lacak Pesanan
    • Wishlist
    • Kelola Akun
  • PENERBITAN
    • Alur Penerbitan
    • Biaya Penerbitan
    • Ketentuan Penerbitan
    • Tanya Jawab
    • Kirim Naskah
  • LAYANAN
    • Bantuan
    • Pengembalian Dana
    • Pengembalian Produk
    • Ketentuan Layanan
    • Kebijakan Privasi
  • TENTANG KAMI
    • Bukuindie.com
    • Indie Book Corner
    • Orbit
    • Karir
    • Hubungi Kami

JUGA TERSEDIA DI:

BERLANGGANAN NEWSLETTER:

Metode Pembayaran:

payment-3

Metode Pengiriman:

shipping

Our Social Links:

Facebook Twitter Instagram
Bukuindie.com 2019 Oleh -Indie Book Corner. Penerbit & konsultan perbukuan
  • Menu
  • Categories
  • Agama & Spiritual
  • Biografi & Memoar
  • Ensiklopedia
  • Nonfiksi
  • Politik & Ilmu Sosial
  • Sastra & Fiksi
  • Sejarah
  • Sepak Bola
  • Home
  • Best Sellers
  • New Releases
  • Shop All
  • Penerbitan
    • Alur Penerbitan
    • Biaya Penerbitan
    • Ketentuan Penerbitan
    • Kirim Naskah
    • Tanya Jawab Penerbitan
  • Bantuan
    • Cara Belanja
    • FAQ
    • Kelola Akun
    • Metode Pembayaran
    • Metode Pengiriman
    • Pengembalian Dana
    • Pengembalian Produk
    • Penggantian Barang
    • Pengiriman
  • Tentang IBC
    • Karir
    • Menulis Kolom
    • Pengelola
    • Kontak
  • Artikel
  • Wishlist
  • Login / Register

Keranjang belanja

close

Sign in

close

Lost your password?
Atau login dengan
Facebook
Google
No account yet? Create an Account
Scroll To Top