artikel, Kolom

Mengenal Suporter Sepakbola

Pertandingan Piala Dunia 2018 berlangsung di Rusia sejak tanggal 14 juni lalu. Masyarakat berbondong-bondong menonton bersama dengan semangat yang berkobar. Antusiasme terhadap Piala Dunia 2018 rupanya tidak terbatas umur. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa turut menggilai turnamen sepak bola kelas dunia tersebut. Dukungan pada tim kesayangan biasanya ditunjukkan dengan berbagai ekspresi. Salah satunya adalah rutin mengikuti pertandingan yang digelar. Sayangnya, tak sedikit para suporter rusuh demi tim kesayangan mereka. Misalnya beberapa waktu lalu, pasca tim nasional Inggris lolos babak semifinal Piala Dunia 2018 melawan Swedia, sekelompok fans Inggris menggila. Mereka tak segan berbuat rusuh di toko furniture Swedia yang terkenal, IKEA.

Di Indonesia sendiri, nasib nahas dialami oleh Micko Pratama, seorang bonek asal Surabaya yang mengalami kecelakan saat perjalanan pulang setelah mengawal klub kesayangannya melawan PS Tira di Bantul 3 bulan lalu. Dilansir dari laman bolalob.com kasus alm. Micko Pratama ini merupakan dendam usang pada bonek yang dulu pernah mengganggu kios jualan para warga.

Namun, apakah benar aksi suporter sepak bola selalu berbanding lurus dengan aksi kekerasan? Menarik melihat bagaimana hubungan antara suporter dan klub kesayangannya. Beberapa buku bisa menjadi rujukan buat kamu yang ingin melihat lebih jauh bagai korelasi antar keduanya

1. Salah Kaprah Anarkisme dalam Dunia Bola

Dalam salah satu bab “Sepak Bola Seribu Tafsir”, Eddward S. Kennedy khusus membahas tentang salah kaprah makna anarkisme dalam sepak bola. Menurutnya, di era digital, anarkisme kerap diartikan dengan bentuk keonaran yang pasti akan menimbulkan kerusuhan. Apa benar? Dalam tulisannya itu, Kennedy menjelaskan bahwa di negara Jerman, aksi anarkis salah satunya termanifestasikan dengan dibentuknya FC United of Manchester sebagai spirit pemberontakan dan dinamai “Spirit of Shankly” dengan semboyan “I don’t have to sell my soul”. Para suporter klub tidak hanya berada di Jerman, melainkan juga berbasis di Inggris. Mereka mengemukakan bahwa sepak bola harus didasari dari kepentingan penggemar bukan hanya uang semata. Nah, tidak selamanya aksi anarkis menimbulkan kerusuhan ‘kan?

2. Aksi Damai Bonek dengan Pasoepati

Merayakan Sepak Bola

Buku yang berjudul “Merayakan Sepakbola: Fans, Identitas, dan Media Jilid II” karya Fajar Junedy ini membuka pikiran para pembaca setianya. Fajar mengambil sampel perdamaian antara Pasoepati dan Bonek yang diresmikan dengan membuat suatu grup di media sosial Facebook bernama PBS (Pasoepati Bonek Sedulur). Media sosial tersebut digunakan untuk mengumpulkan para penggemar Persis Solo dan Persebaya Surabaya. Grup tersebut membuat mereka rutin mengadakan kegiatan sosial seperti mengumpulkan bantuan bagi orang-orang yang membutuhkan.

3. Suporter Indonesia di Mata Orang Asing

Hasil gambar untuk Sepak Bola: The Indonesian Way of Life

“Sepak Bola: The Indonesian Way of Life” adalah buku Antony Sutton yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Andi Bachtiar Yusuf. Melalui buku ini, kita bisa melihat bagaimana orang asing melihat suporter sepak bola Indonesia. Sutton memang berasal dari negeri Ratu Elizabeth, ia pindah ke Indonesia sejak tahun 2002 silam. Di Indonesia, Sutton menemukan sesuatu yang ia sukai yaitu sepak bola. Ia rutin mengikuti pertandingan-pertandingan sepak bola di stadion seluruh Indonesia tidak peduli tim manapun yang bertanding. Dari pengalamannya menghadiri setiap pertandingan ia tertarik terhadap suporter sepak bola yang berasal dari Surabaya. Kerusuhan yang dilakukan bonek mania yang meminta keadilan PSSI bagi tim kesayangannya Persebaya 1927 untuk bisa berlaga kembali. Hal tersebut membuat Sutton membandingkan kelakuan bonek dengan kelakuan suporter Manchester United pada saat tim itu mengalami kemunduran di tahun 70-an.

Related Posts

Tinggalkan Balasan