Ketika penulis membuat sendiri tata letak atau layout bukunya, sering kali mereka tidak menciptakan tata letak yang terbaik. Hal ini karena keterbatasan yang ia miliki. Memang tidak semua penulis wajib bisa desain dan layout buku, sebab tugas utama penulis adalah mati-matian membuat tulisan yang bagus. Tapi jika mereka bisa, hal ini akan menambah nilai bagi dirinya sendiri, terlebih di era media dan penerbitan buku yang makin melesat ini.
Di era media terbaru seperti saat ini, seorang penulis tak hanya butuh kemampuan menulis, ia perlu sedikitnya tahu tentang publikasi; membuat dan menulis blog untuk menyapa pembacanya, atau bermain di media sosial untuk publikasi dan berinteraksi dengan khalayak dunia tulis menulis.
Dalam hal publikasi buku, selain menerbitkan buku di penerbit, seorang penulis juga bisa menjadi penerbit bagi dirinya. Sebenarnya penulis bisa memanfaatkan jasa-jasa freelance yang tersedia, atau jika bukunya diterbitkan di penerbit umum, mereka bahkan tak perlu memikirka hal-hal teknis itu. Tapi toh tidak ada salahnya jika penulis mencoba belajar. Dalam situasi tertentu, saya yakin akan berguna. Sesekali juga penulis perlu membuat ebook atau PDF yang bisa ia bagikan di blog untuk mengundang makin banyak pembaca. Nah, sedikit pemahaman dasar tentang tata letak akan membuat pekerjaannya lebih mudah.
Mengenal Tata Letak Buku
Jika kamu menguasai Microsoft Word secara maksimal, sebenarnya kamu sudah bisa memakainya untuk mendesain isi bukumu. Tapi memang ada banyak keterbatasan dan kekurangakuratan yang ada dalam Ms. Word: Hypenation atau pemenggalan kata yang tidak maksimal menjadikan layoutan membentuk banyak sekali sungai kosong di antara spasi tiap kata. Ini tidak nyaman di mata pembaca. Akurasi margin atas dan bawah terhadap teks di Ms. Word juga kadang otomatis dan susah diubah, hal ini membuat paragraf terakhir sebuah halaman seringkali jomplang dengan paragraf setelahnya. Pengelolaan ukuran font juga tidak maksimal, sebab di Ms. Word, jarak font tidak bisa diatur manual dan terperinci. Hal ini akan menyulitkan pembuatan ‘kutipan’ pada bagian-bagian yang dibutuhkan. Pengolahan gambar juga tidak begitu memuaskan, beberapa kekurangan itu tidak baik bagi kesehatan buku
Salah satu software yang paling banyak dipakai adalah Adobe Indesign. Hampir semua perusahaan penerbitan memakai software ini. Selain fiturnya lengkap, Indesighn juga mempermudah mengalihkan dokumen menjadi dokumen lain seperti epub atau pdf. Sebagian layouter juga memakai Corel Draw, tapi software ini membuat ukuran dokumen membengkak. Jika perfoma komputermu seadanya, hindarilah melayout ratusan halaman dengan Corel, kecuali kamu sedang ingin melayout sambil masak pepes ikan, nyapu halaman, mandi, berjemur atau sambil main game Clash of Clan. Haha.
Selain beberapa software tadi ada juga QuarkXPress, juga Scribus gratis dari Linux.
Ukuran Buku
Di Indonesia, khusunya untuk buku fiksi dan buku teks standar, penerbit biasa memakai ukuran kertas A5 atau ukuran variasinya. Ukuran A5 adalah 14,8 x 41 cm. Ukuran ini dianggap efektif karena ketersediaan kertas di Indonesia adalah kelipatan dari ukuran tersebut. Ada ukuran A6 (separuh ukuran A5), lalu ada A4 yang berarti 2 x A5, ada A3 yang berarti 2 x A4, begitu seterusnya untuk ukuran A2, A1 dan A0. Percetakan di Indonesia rata-rata memakai kertas ukuran A3. Dengan demikian, jika kita melayout buku di ukuran A5, maka secara otomatis kita bisa berhemat, tidak banyak kertas yang terbuang, karena kertasnya terpotong sempurna.
Beberapa orang tidak terlalu suka ukuran A5, mereka membulatkannya menjadi 14 x 20 atau 14 x 21. Saya lebih suka ukuran 13 x 19 atau ukuran modifikasi lebih kecil untuk novel pendek atau buku puisi yang mungil. Ukuran 12 x 18 atau 11,5 x 17 adalah ukuran buku yang nyaman sekali ditenteng dan dibaca dengan sebelah tangan. Ini pilihan. Dan kamu bisa memilih mana yang kamu suka.
Sebagian penerbit dengan sengaja membuat ukuran bukunya seragam. Selain terlihat rapi saat tersusun di toko buku, ukuran juga adalah salah satu ciri penerbitan. Penguin Books membuat buku yang nyaman dipegang dan menjadi cirinya hingga saat ini. Bahkan ukuran buku Penguin menjadi tren standar buku klassik dunia.