Judul artikel ini sebenarnya sudah menyampaikan semua unek-unek yang ingin saya sampaikan lewat artikel ini. Lalu ngapain saya buat artikel dong kalau judulnya sudah jelas arah dan tujuannya? Eit, jangan gegabah dulu. Meski lewat judul artikel ini kalian sudah paham betul akan dibawa ke mana arah pembicaraan kita, tapi alangkah baiknya jika tetap membaca tulisan ini sampai akhir. Siapa tahu ada banyak hal baru yang didapat, siapa tahu ketemu jodoh. Ehem.
Artikel ini muncul dari keprihatinan saya terhadap beberapa tulisan di media online. Keprihatinan terhadap apa? Mengapa? Tentu saja pada kepekaan bahasa si penulis atau jurnalis yang tercermin dalam tulisan mereka, khususnya di media online. Sebab seperti yang kita tahu, media online dituntut untuk selalu cepat dalam meng-update berita. Dengan tuntutan kerja semacam itu, kesempurnaan bahasa kadang dinomorduakan oleh si penulis. Sehingga tentu akan sering kita temui kesalahan bahasa pada artikel yang mereka tulis. Mungkin para penulis tersebut berpikir bahwa kesempurnaan adalah milik Tuhan semata. Ya ya bisa jadi. Ehem.
Ada beberapa kesalahan bahasa yang kerap muncul dalam sebuah tulisan: salah eja, salah menempatkan “di” sebagai kata depan dan awalan, kata apa yang seharusnya diawali huruf kecil dalam judul, dan sebagainya. Jika kalian cermat, kalian juga akan tahu mengapa kata “sekadar” dalam judul artikel ini saya coret. Sebab jika kata “sekadar” tidak saya coret, maka akan ada kata yang yang lebih dari apa yang diperlukan, istilah kerennya: pleonasme alias mubazir. Jadi sebaiknya coret salah satu, di samping menurut saya, akan lebih cocok jika menggunakan “hanya” dibanding “sekadar”, jika merujuk artinya.
Rasanya akan lebih enak jika dijabarkan apa saja (selain ejaan) yang sering salah dalam tulisan-tulisan di media online, dan bagaimana seharusnya yang benar. Baiklah, ini dia:
1. Kata “di” sebagai kata depan dan awalan.
“Di” sebagai kata depan (preposisi) digunakan terpisah untuk menunjukkan tempat, tujuan, waktu, misalnya: di kamar, di luar, di malam hari, dll.
“Di” sebagai awalan (prefiks) digunakan serangkai sebagai pembentuk kata kerja pasif. Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, ada empat makna awalan “di”:
a. dikenai tindakan: ditolong, dicubit, didorong.
b. dikenai dengan: digunting, diparang, dibor.
c. dibuat atau dijadikan: direndang, dijus, dihaluskan.
d. diberi atau dilengkapi dengan: dikafani, ditali, dipita.
2. Kata dalam judul yang diawali dengan huruf kecil.
Secara sederhana agar mudah diingat, sebenarnya kata-kata dalam judul yang diawali huruf kecil hanya kata yang bersifat partikel, dan beberapa seperti: konjungsi (kata penghubung), preposisi (kata depan), dan interjeksi (seruan perasaan). Namun jika kata-kata tersebut terletak di awal judul, tentu saja harus dikapitalkan.
Perlu juga diperhatikan bahwa penulisan kata ulang sempurna dalam judul harus diawali huruf kapital, misalnya: Undang-Undang, bukan Undang-undang. Sedangkan kata ulang berubah bunyi, hanya huruf awal dari kata pertama yang dikapitalkan, misalnya: Gotong-royong, bukan Gotong-Royong.
Beberapa kata yang termasuk partikel, konjungsi, preposisi, dan interjeksi yang harus diawali huruf kecil, kecuali ia terletak di awal judul adalah: pun; per; demi; si; ala; dari; daripada; di; ke; pada; kepada; terhadap; dan; atau; untuk; yang; dalam; dengan; jika; maka; tapi; meskipun; kendati; walau; kalau; karena; bila; tentang; sebagai; secara; seperti; ialah; agar; supaya; hingga; sejak; ah; oh; deh; dong; kok
(sumber: menuliskalimat.com)
3. Partikel “pun” yang ditulis serangkai atau dipisah.
J. S. Badudu sang pakar Bahasa Indonesia memaparkan bahwa terdapat tiga macam “pun”, antara lain:
a. “Pun” yang merupakan klitika, yaitu unsur yang melekat pada unsur yang lain, contohnya: adapun, sekalipun, meskipun, walaupun, ataupun, maupun, betapapun, biarpun, sungguhpun.
b. “Pun” sebagai kata penuh, yaitu yang bersinonim dengan kata “juga”. Contohnya: Selain tampan, ia pun pandai.
c. “Pun” yang berfungsi sama dengan kata-kata perlawanan, seperti: meskipun, biarpun, walaupun, kendatipun, sungguhpun.
Contoh: Dibantu pun tugas-tugas ini tidak akan cepat selesai.
(sumber: mustprast.wordpress.com)
4. Kata yang mubazir atau pleonasme.
Contoh: pun juga, bukan hanya… semata., agar supaya, yakin dan percaya, naik ke atas, dll.
Kurang lebih itulah kesalahan bahasa yang kerap muncul dalam media online dan tentu saja sering membuat gatal para pembaca yang punya kepekaan berbahasa. Meski bukan soal substansi dan hanya kesalahan teknis, tentu tetap butuh perhatian khusus semata-mata untuk kenyamanan pembaca, menularkan keterampilan berbahasa, dan tentu saja untuk kredibilitas media itu sendiri. Seperti halnya editing bukan hanya tugas editor, saya rasa mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya tugas guru dan dosen, tapi kita semua. Ciee..
Selamat belajar!
Yovi Sudjarwo, editor Indie Book Corner