Takdir buku berikutnya setelah diterbitkan adalah dihadirkan ke pembaca. Maka setelah buku itu diterbitkan, menghadirkannya untuk dibaca orang lain adalah langkah yang harus segera diambil. Tentu saja hukum ini berlaku bagi semua jenis buku, kecuali memang buku yang dibuat hanya untuk koleksi pribadi, seperti buku foto atau diary yang diniatkan untuk kalangan sendiri atau terbatas.
Banyak orang yang ragu, ketika menempuh jalan indie. Mereka menganggap, buku indie adalah buku tidak layak, atau buku yang belum memenuhi kriteria untuk dipasarkan. Siapa bilang? Selama semua proses produksinya dilewati dengan lengkap, baik edit, proof, cover yang bagus dan layout yang menarik, buku indie tidak ada bedanya dengan buku konvensional lainnya.
Nah, lalu bagaimana mendistribusikan buku terbitan kita sendiri? Gampang!
Teknologi sudah berkembang sangat pesat. Di negara-negara maju, penjualan buku bahkan sudah bisa melalui email atau perangkat seluler, toko buku online makin bertebaran, pembeli hanya tinggal kirim email atau sms, dan buku akan segera dikirimkan. Bahkan kalau membeli ebook, ebook akan dikirim ke email atau ponsel pembeli, tinggal download dan baca. Canggih, kan? Beberapa penerbit luar menjual buku dalam dua versi, terserah mau beli buku versi ebook atau versi print. Kita hanya tinggal telpon dan pesan, maka buku akan segera ditangan.
Perkembangan situs-situs jejaring sosial, seperti facebook, twiter dan lain sebagainya, memberi ruang untuk para penulis indie untuk memasarkan sendiri bukunya. Tidak perlu melalui distributor dengan diskon yang super besar (sampai 60%). Anda hanya cukup memajang foto buku Anda, harganya berapa, sistem pembayaran, selesailah sudah. Tinggal promosi dan menunggu sms atau telpon, atau email Anda didatangi oleh calon pembaca. Simpel, kan?
Selain itu Anda juga bisa membuatkan blog buku Anda. Banyak penyedia blog gratis, blogger dan wordpress adalah yang paling popular. Saya sendiri membuatkan blog pribadi, khusus untuk promosi buku dan ruang interaksi pembaca buku saya. Jika Anda ingin lebih lagi, Anda cukup mengeluarkan beberapa uang anda untuk memesan domain website buku Anda. Anda bahkan bisa memilih nama yang Anda sukai, www.bukusaya.com misalnya, atau www.namasasayasiapa.com. Sangat gampang.
Penulis juga bisa memanfaatkan jejaring lain, sepeti cafe, distro, toko kaset, kantin dsb. Anda tinggal menitipkan di sana dengan beberapa perjanjian dan Anda hanya perlu menagih pembayaran buku yang laku, sesuai kesepakatan. Bisa sebulan, seminggu atau dalam tenggang waktu tertentu.
Tapi jika Anda tak mau repot, Anda juga bisa memajang buku anda di toko buku langsung. Tidak ada syarat yang mengikat, hanya perlu ISBN buku saja. Anda bisa memasarkan sendiri di toko buku kota Anda, atau menggunakan jasa distributror untuk pemasaran yang lebih jauh dan tidak bisa Anda jangkau. Dengan memasukkan buku ke toko buku, Anda biasanya dikenakan potongan harga 30-40% dari harga netto buku, atau 50%-65% untuk memakai jasa distributor.
Nah, gampang, kan, memasarkan buku Indie?
Masih mau jalur lain lagi? Oke, Anda bisa mengadakan bedah buku di kampus, sekolah, atau bahkan di rumah sendiri dengan mengundang teman, kerabat atau siapapun untuk datang. Pajang dan jualah buku Anda di situ. Cara ini biasa dipakai banyak penulis, terutama buku tutorial, motivasi. Bahkan beberapa penyair membuat acara baca puisi sembari menjual puisinya. Jika mau lebih ramai lagi, acara tersebut bisa digabung dengan acara musik akustik, musikalisasi puisi atau metode lain. Yang penting adalah, kreatif promosi! Semakin rajin promosi, semakin dikenal juga buku Anda dan makin tinggi kemungkinan buku Anda dibeli orang.
Masih nanya lagi mau seperti apa? Tenang, saya masih punya banyak jurus. Titipkan di teman Anda, minta ia untuk membantu menjual, atau titipkan di toko buku online, atau keliling di rental buku dan tawarkan buku tersebut. Banyak cara, kan?
Tapi, apa yang saya mau tawarkan, punya buku aja belum? Hahahaha. Makanya, menulislah dan terbitkan sendiri buku Anda bersama IBC. Karena tugas Anda hanya menulis, dan serahkan penerbitannya pada IBC.
–Irwan Bajang | @irwanbajang