Kolom

Suyatna Pamungkas: Ayo Penulis Indonesia Bisa! Menyapa Penulis dan Penerbit Indie

“Tanpa sastra manusia hanyalah hewan yang pandai” ~Pramoedya Ananta Toer

Penolakan yang dilakukan oleh penerbit-penerbit besar mengundang berbagai reaksi para penulis muda (sebutan untuk penulis yang baru mulai menekuni dunia tulis-menulis). Dan akhirnya harus dibenarkan bahwa akan selalu ada pemberontakan, ketika suatu keinginan dicekal. Sehinggalah cuaca penolakan naskah oleh penerbit besar dan terkecewakannya “penulis gagal” dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh orang-orang yang berjiwa entrepreneur. Dengan sangat cerdasnya para cerdik pandai ini menawarkan solusi atas permasalahan yang dihadapi penulis yang merasa dirinya termarjinalkan oleh penerbit besar. Mereka, para pendekar entrepreneurhisp ini, menawarkan obat sakit hati untuk para “penulis gagal” melalui sebuah jalan pintas, melalui proses penerbitan karya yang sangat merdeka, penerbitan yang tidak bertele-tele, penerbitan yang tidak pernah menolak naskah, penerbitan yang didasarkan pada korporasi untung sama untung. Inilah penerbitan buku secara indie.

Kata indie berasal dari kata bahasa Inggris independent ‘merdeka’ atau ‘sendiri’. Lalu kita mengenal berbagai karya seni yang sifatnya indie, ada film indie, lagu indie, bahkan sekarang muncul buku indie. Semua orang bisa menerbitkan buku, semua orang boleh mengajukan karyanya ke penerbit indie tanpa takut naskahnya ditolak. Semua karya pasti bisa terbit oleh penerbit indie. Sehingga dapat diprediksikan akan lahir begitu banyak buku dari berbagai penerbit indie. Kalau sudah berbicara kuantitas, kita tidak bisa lepas dari pembicaraan kualitas di satu sisi yang lain. Alih-alih penerbit besar selalu menerbitkan buku yang “berkualitas” dan prosesnya begitu panjang harus menembut otoritas redaktur, ternyata tidak jarang juga ditemukan karya yang kualitasnya buruk. Demikian halnya yang terjadi di penerbit indie, tidak semua karya yang diterbitkan secara indie buruk atau bisa dipandang sebelah mata. Tulisan karya Nanang Suryadi berjudul Biar! (Kumpulan Puisi, Indie Book Corner, 2011) masuk dalam sepuluh besar Khatulistiwa Literary Award 2011. Penulis besar juga ada yang melakukan cara ini, sebutlah Dee, meskipun mengusung bendera penerbit indie namun penulis ini tidak mengesampingkan bobot kualitas karya yang diterbitkannya.

Memang yang perlu diingat adalah karya terbitan penerbit indie, jika harus diberi penilaian dari rank 1-10, akan terlihat sangat timpang. Ada buku yang kualitasnya sangat buruk, ada pula buku yang kualitasnya super baik. Tentu saja ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama dari proses kreatif si penulis. Motivasi dan tujuan menerbitkan buku menjadi salah satu faktor penyebabnya. Jika motivasi menerbitkan buku hanya sebatas ingin punya buku, tentu saja karya yang dihasilkan cenderung asal-asalan. Berbeda jika motivasinya adalah usaha aktualisasi diri melalui dunia perbukuan, secara setahap demi setahap dengan sendirinya penulis akan selalu memperbaiki kualitas tulisan. Beda tipis memang, beda tipis antara motivasi ingin memiliki buku dengan motivasi aktualisasi diri. Pernah saya jumpai sebuah buku terbitan penerbit indie namun kualitasnya sangat yahud, dari rank 1-10 saya berani memberikan rank 9. Saat saya tanyakan langsung kepada penulisnya langsung, mengapa karya sebagus itu diterbitkan di penerbit indie, jawabannya sangat simple: karena saya ingin punya buku untuk kenaikan pangkat saya. Saya tidak menanyakan lebih lanjut apa manfaat praktis dan hubungan dia memiliki buku dengan karir yang dimaksud.

Penerbit indie di Indonesia hadir dengan mengusung berbagai visi dan misi. Dari visi dan misi yang berbeda-beda ini penerbit pun memilki beragam penawaran pendanaan yang harus dikeluarkan oleh penulis. Ada yang dari 50 ribu, bahkan ada yang menyuguhkan paket profesional yang bernilai pada kisaran 15 juta. Paket-paket penerbitan ini akan mempengarungi: lama waktu pengerjaan buku, jumlah cetak, serta sistem pemasaran. Lama pengerjaan yang ditawarkan tiap-tiap penerbit indie berbeda, ada yang menawarkan satu minggu jadi, ada pula yang prosesnya hingga dua bulan. Biasanya penulis juga akan menerima bukti terbit berupa naskah bukunya, ini juga tergantung paket penerbitan yang diambil penulis. Pemasaran dilakukan secara online melalui jejaring sosial, blog, website. Ada juga yang sudah melalui toko buku-toko buku besar.

Menyimak perang penerbitan ini mengingatkan saya pada peperangan antara perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan perusahaan Air Minum Isi Ulang (AMIU). Secara kualitas, masyarakat kadung percaya Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), namun bagaimana jika persoalan yang terjadi adalah keberadaan AMDK dinilai terlalu mahal untuk sebagiaan golongan orang? Maka wajarlah cuaca ini dimanfaatkan kompetitor baru perusahaan AMDK, yakni perusahaan AMIU. Secara sporadis perusahaan-perusahaan air minum isi ulang membuat gebrakan, dimana-mana tumbuh sebagai pelayan masyarakan yang setia dengan kualitas yang tidak jauh berbeda namun tanpa menguras isi kantong.

Menarik untuk disimak, bagaimanakah nasib atau kelangsungan hidup kedua penerbit ini ke depan? Akankah keberadaan penerbit besar tergantikan oleh semangat penerbit dan penulis indie? Terlepas dari pembicaraan kualitas dan isu marjinalisasi penulis “gagal” versi penerbit besar, keberadaan penerbit dan penulis indie menghidupkan semangat kebaruan untuk mewarnai negeri ini dengan tradisi menulis. Ini bagus, ini mengidentifikasikan bahwa Indonesia juga bisa produktif, bisa menciptakan sesuatu, bisa berkreasi tanpa batas.

Barangkali solusi yang baik adalah kedua genre penerbit ini saling merangkul, sudah saatnya mengakhiri stigma negatif akan kehadiran penerbit dan penulis indie. Sudah saatnya juga menghentikan pemikiran yang mendewa-dewakan buku terbitan penerbit besar. Sebab sekali lagi, tidak semua karya yang diterbitkan secara indie minus kualitas. Sebaliknya, tidak semua terbitan penerbit besar mempunyai kualitas baik, meskipun telah melalui seleksi ketat sang redaktur. Satu yang pasti di sini, semua orang tanpa terkecuali kini bisa menerbitkan buku. Ayo terbitkan bukumu, ayo warnai Indonesia dengan tradisi literer. Ayo penulis Indonesia bisa!

Salam karya,

Related Posts

Tinggalkan Balasan